The Most Important Things I Learned About Myself After Dropping Out of School.

Dropping out of my Master’s program was one of the most difficult decisions I’ve ever made. The safety net of school provided me with comfort, and more or less, something ‘good’ to tell others that I…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




sparks fly away than butterfly can fly itself.

Gue enggak ngerti apa istilah cinta sebelumnya. gue cuma ngerti perihal, mencintai adalah sebuah kewajiban yang manusia harus lakukan. Monolog gue akan selalu begitu, sampai pada akhirnya gue benar-benar mengerti arti lebihnya.

Gue selalu berpendapat bahwa mencintai itu enggak pernah benar-benar ada, enggak pernah benar-benar nyata bisa dirasakan, apa yang dikata semua orang telak salah lagaknya.

Aneh ya, selama ini gue selalu bersikukuh kalau gue akan selalu mencintai karena fomo. enggak boong, karena itu adanya. gue selalu berlagak seakan akan gue bener bener suka seseorang, padahal gue sebenernya enggak ngerti cara bekerja mencintai kayak gimana.

Tapi enggak tau kenapa.. lewat lo tuh gue jadi serba ngerti. kenapa ya orang awam selalu mendewa-dewakan seseorang yang mereka cintai? just like a soldier guarding his majesty. atau ibaratnya segampang langit yang mengawal matahari dari terbit hingga kembali ke cakrawalanya. kayak gitu, that’s all what i’ve been thinking about falling in love.

Dan dari lo, gue jadi ngerti segala hal tentang itu. kenapa gue yang tadinya mencintai sebagai manusia biasa berubah kayak seorang prajurit mencintai Yang Mulia-Nya. kenapa gue jadi semau itu berperan jadi langit barang sebentar aja buat nemenin lo sebagai matahari sekalipun gue enggak akan pernah benar-benar lo liat, atau sekadar lo hargain, kan?

Ini baru bulan ke-enam, tapi gue udah punya banyak pertanyaan yang bersarang di otak dan nunggu lo setiap saat buat jawab. walaupun pada akhirnya, gue enggak akan dapat apa apa juga. karena lo engga akan ambil peran untuk jawab semua pertanyaan yang bersarang di otak gue, berakhir pertanyaan itu bakal tetap melekat layaknya sel kanker yang menggerogoti tanpa pikir dua kali.

Gue enggak pernah sepanasaran ini, gue enggak pernah berharap setiap pulang sekolah gue bakal ketemu orang yang gue suka di jalan pulang. gue juga enggak pernah mohon mohon nama orang yang gue suka buat dateng ke dalam mimpi karena gue enggak pernah se-desperate itu pas naksir orang. gue juga enggak pernah bener-bener merhatiin detail-detail kecil yang orang itu punya karena sebenernya, gue enggak pernah bener-bener peduli. tapi enggak tau kenapa, gue ngerasa semua hal diatas, gue ngerasain. gue ngerasain what is the truly definition of falling in love.

bet the world can’t even denied it. bet the whole people who existing can’t even denied it.

Gue juga enggak pernah melabel-kan suatu jalan sebagai my cornelia street because i swear i didn’t even care about it. but nowdays, i’ve been thinking a lot how patung kuda would be my cornelia street. karena tanpa satu orang pun sadar, gue selalu berusaha nyari lo disana, gue berusaha ngeliat kanan kiri di setiap sudut arah jalan pulang lo, karena sekalipun lo enggak masuk gue akan tetap berharap gue bisa ketemu lo di hari itu, di patung kuda, di tempat atau di arah jalan pulang lo.

i’d call your name for a thousand times just because- gue pengen ngeliat lo sekali aja. sekalipun cuma punggung lo, atau tas serut lo, atau sekedar ekor mata gue yang nangkep kacamata bulet lo, atau apapun itu.

dan kalaupun gue enggak berhasil, besoknya gue akan tetap ngelakuin itu. walaupun setiap ketemu gue berharap motor lo cepet pergi jauh, dan pada akhirnya gue nyesel kenapa juga gue harus berharap motor lo jauh jauh cuma karena gue takut gue kegep ngeliatin lo yang lagi fokus sama jalanan sore hari setiap saat kita ketemu sih?

gue enggak pernah ngerti. gue enggak pernah begini sebelumnya, dan segala hal yang terjadi bener bener baru atau gue yang enggak pernah sadar pernah ngelakuin ini sebelumnya. tapi jelasnya, kalau sebelumnya gue enggak peduli dengan detail itu, tapi kali ini gue bener bener memahami segala detail kecil yang terjadi. apapun itu.

abis ini kelas 11, gue terbiasa ngeliat lo dari kaca kelas, atau dari pintu kelas yang transparan. tapi di kelas 11 gue enggak lagi bisa ngelakuin itu. apalagi kalau kelas gue dan lo bakal jauh. gue enggak bisa berharap lebih selain ketemu lo pas imtaq, atau pas lo nunggu bel bunyi, atau pas gue dan lo sama sama pulang dan ketemu di arah pulang yang sama.

tapi kayaknya semuanya bakal kejawab, sekalipun bukan jawaban yang gue mau. tapi enggak papa, lo boleh sakitin gue kali ini. boleh ngeliatin lo punya pacar atau selebihnya. i swear to god, you already give me a space and that was a honorable thing you ever gave.

kenapa gue jadi segininya, ya? emangnya gue enggak sadar apa kalo semua ini bakal berakhir di kata “sia-sia

but i’d still love you anyways.

Add a comment

Related posts:

The Festival of Brexit That Was Nothing to Party About

Brexit was an incredibly divisive vote in 2016 to separate the United Kingdom from the European Union that split the country, family, and friends right down the middle. There can be no denying the…

Is An Overachieving Culture a Bad Thing?

Our society has a problem: Being so neurotic, that we do not even realize our already existing success. It’s okay to strive for more even after you achieve success. However, that’s not the case we’re…

An intro to database models

Databases are a logical way to store a collection of information. They can be anything from a collection of user information to a personal diary. Data can be stored in different structures called…